Subuh, 20 November 1979, 1 Muharam 1400. Waktu menunjukkan pukul 5:18 pagi di Masjid al-Haram. Sholat subuh baru saja selesai. Di muka 50.000 jamaah, Sheikh Mohammed al-Subayil, menutup doa dengan harapan akan kedamaian, tiba-tiba senjata menyalak. Gelegar suara letusan menggema di seluruh ruangan masjid. Para jamaah panik menyaksikan seorang pemuda menggenggam senjata, melangkah menuju Ka’bah. Sementara yang lainnya menembaki merpati yang biasa bergerombol di atas bangunan di luar Masjid al-Haram. Dua orang polisi masjid ditembak mati dekat tembok.
Juhayman berjalan maju mendekati Ka’bah, mendorong sang ulama, mengancamnya dengan senjata, merebut mikrofon dan mengumumkan, bahwa Imam Mahdi telah datang, sekarang menduduki Masjid al-Haram. Imam Mahdi itu bernama Muhammad Abdullah bin al-Qahtani.
Dengan mengangkat sandal dan sepatu, ribuan orang berlarian ke arah tembok pagar. Jamaah menyerukan Allahu Akbar. Namun pemberontak juga menyerukan Allahu Akbar, sambil menghalangi semua jalan keluar. Situasi saat itu sangat riuh dan penuh kepanikan. Tatkala suara gemuruh menyurut, Juhayman meneriakkan seruan militer kepada anak buahnya. Kontan, anak buahnya yang sudah terlatih membelah kerumunan, memasang senapan mesin di puncak tujuh menara tempat suci itu. Jemaah yang tertangkap dipaksa membantu dengan todongan pistol. Proses pengambil alihan tempat tersuci umat Islam itu berlangsung cepat dan sempurna. Penembak jitu bersiaga di menara. Jumlah para pemberontak diperkirakan sekitar 500 orang. Perintah menembak diberikan oleh Juhayman kepada para sniper.
Sementara itu pengeras suara masjid digunakan untuk mengumumkan pesan para pemberontak ke kota Mekkah, bahwa ramalan telah terpenuhi, Imam Mahdi telah datang, sesekali diselingi suara tembakan.
Saat itu, masjid sedang dalam renovasi yang dikerjakan oleh kontraktor Binladin Group. Seorang karyawan perusahaan tersebut berhasil menelepon ke kantornya sebelum pemberontak memutuskan jaringan telepon. Representatif dari Binladin group lah yang kemudian menginformasikannya pada Raja Khalid.
Segera setelah serangan tersebut, kira-kira seratus petugas keamanan mencoba mengambil alih masjid, namun mereka harus mundur karena sniper menembaki mereka. Sore harinya, seluruh Mekkah dievakuasi. Berbekal persetujuan para ulama, angkatan bersenjata Saudi meluncurkan serangan ke tiga gerbang mesjid. Namun mereka tidak dapat mendekat, karena sniper yang ditempatkan oleh pemberontak terus menembaki.
Unit komando tentara Pakistan (SSG), tiga unit komando Groupe d’Intervention de la Gendarmerie Nationale (GIGN) dari Perancis, pasukan Amerika dan CIA diperbantukan untuk melawan pemberontak atas permintaan pemerintah Arab Saudi. Karena area ini adalah area terlarang bagi non muslim, maka dengan segera pasukan masuk Islam terlebih dahulu melalui proses keagamaan yang sah. Mereka membombardir masjid. Pertikaian berlangsung selama dua minggu hingga akhirnya pemberontak menyerah.
Pemboman Masjid al-Haram. Sumber: global-security-news.com
Sebanyak 255 jemaah haji , pemberontak dan tentara tewas, 560 luka-luka. Di antara yang tewas terdapat Muhammad Abdullah bin al-Qahtani, sang imam mahdi palsu. Sekalipun para diplomat menyebutkan, kemungkinan korban yang jatuh lebih banyak dari itu. Dari sisi tentara Saudi Arabia, sebanyak 127 tewas dan 451 orang luka.
Pada tanggal 9 Januari 1980, 63 pemberontak dipancung di 8 kota termasuk Mekkah. Diantara mereka, 41 warga Saudi, 10 warga Mesir, 7 warga Yaman, 3 warga Kuwait, 1 warga Irak, dan 1 warga Sudan, 2 warga Amerika, warga Jordan dan warga Somalia. Di antara mereka terdapat Juhayman al-Otaibi.
Investigasi pasca serangan ini, diketahui bahwa serangan ini berhubungan dengan kelompok Takfir Wal Hijra atau disebut juga kelompok Jama’at al-Muslimin di Mesir.
.
Siapakah Juhayman ibn Muhammad ibn Saif al-Otaibi?
Gambar: Wikipedia
Serangan ini dipimpin oleh Juhayman ibn Muhammad ibn Saif al-Otaibi. Dia tinggal di Hara Syarqiya dekat Madina. Seorang khatib berusia 43 tahun saat penyerangan terjadi. Ayah Juhayman adalah seorang anggota ikhwan dari keluarga Badui Najd. Pada jaman dahulu, kaum Badui Najd dikenal ahli dalam berperang untuk kerajaan, dengan kebiasaannya menyembelih perut ibu-ibu hamil serta membuang janinnya di atas mayat-mayat.
Juhayman adalah mantan anggota Saudi National Guard yang selama 18 tahun karirnya tetap berpangkat kopral. Murid Sheikh Abdel Aziz al Baaz seorang ulama terkemuka Saudi Arabia yang mengajarkan bahwa merokok adalah dosa, menolak TV, melarang pemasangan protret Raja di dinding, melarang toko pemangkas rambut, dan melarang bertepuk tangan karena menyerupai perilaku orang barat.
Juhayman sendiri menyebarkan ajakan untuk kembali ke jalan Islam yang murni, mengajarkan kebencian terhadap kafir, kaum Syiah dan pemasangan potret Raja di dinding, menolak Barat, pengusiran non muslim, menghentikan pendidikan bagi perempuan, serta penghapusan televisi yang menyebabkan anak muda Arab lebih menyukai gaya Steve Austin dalam film Six Million Dollar Man daripada mendedikasikan hidupnya pada Islam.
Juhayman mengharamkan Kesultanan Arab, karena menurut kitab suci, pemimpin harus memiliki 3 syarat: seorang muslim, suku al-Quraisy (suku yang melahirkan nabi Muhammad), dan menerapkan ajaran agama. Serta mengklaim, bahwa kekuasaan keluarga Al Saud telah kehilangan legitimasinya, karena korupsi, hidup mewah dan menghancurkan budaya Saudi dengan memasukkan budaya Barat.
Juhayman menulis buku berjudul “Tujuh Risalah”, setebal 170 halaman. Melalui buku itu, pemikiran Juhayman berkembang di Mesir. Kebangkitan agama ditandai dengan menumbuhkan jenggot, mengenakan jilbab, pemisahan tegas antara pria dan wanita, larangan pertunjukan seni dan larangan budaya sekuler.
Melalui mimpi, Juhayman percaya bahwa Muhammad Abdullah bin al-Qahtani, saudara iparnya, adalah Imam Mahdi yang dinantikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar